Di Solo, ada seorang penjahit bernama Sardi. Orangnya sederhana. Tangan cekatan menggarap pesanan seragam sekolah, kaos komunitas, sampai baju panitia tujuh belasan. Hidupnya bergantung pada jarum dan mesin jahit. Tapi siapa sangka, kesehariannya berubah karena satu hal yang awalnya cuma iseng di warung kopi.
Waktu itu, ia sedang ngobrol dengan temannya, membicarakan perihal bagaimana bisa cepat balik modal setelah rungkad. Kata rungkad ini memang akrab di telinga anak nongkrong, semacam istilah untuk habis-habisan tanpa sisa. Sardi sempat ketawa, lalu mencoba sendiri. Awalnya biasa saja, tapi lama-lama ia merasa menemukan pola aneh yang bikin penasaran.
Cerita ini tidak berlebihan. Pola yang dimaksud adalah cara membaca momentum scatter. Bukan sembarang menekan tombol, tapi ada ritme tertentu. Sardi menyamakan dengan menjahit. Kalau kain ditarik terlalu cepat, benang bisa putus. Kalau pelan sekali, pesanan molor. Pola yang pas itulah kuncinya.
Setelah beberapa kali uji coba, Sardi mulai sadar. Ada momen tertentu di mana scatter lebih mudah muncul. Ia mengatur tempo, menghitung jeda, lalu mencoba lagi. Dari situ modal yang tadinya tipis bisa kembali utuh. Malah sesekali lebih. Tidak selalu berhasil, tapi ia yakin setidaknya ada arah.
Kawan-kawannya menyebutnya hoki. Sardi menolak. Baginya, ini soal kesabaran membaca irama. Sama seperti ia mengukur pola kain sebelum dipotong. Salah ukuran, rugi kain. Tepat ukuran, pelanggan puas.
Beberapa bulan lalu, kondisi toko Sardi agak menyedihkan. Cat tembok terkelupas, mesin jahit lama sering ngadat, dan lampu neon yang redup bikin suasana mirip gudang. Pelanggan ada, tapi tidak betah berlama-lama.
Kini pelan-pelan berubah. Dari modal yang bisa balik, ia sisihkan sebagian untuk memperbaiki toko. Mulai dari mengganti mesin jahit bekas dengan yang lebih tangguh, mengecat ulang dinding warna cerah, sampai pasang etalase kaca untuk memajang hasil jahitan. Tetangga sempat heran, karena renovasi itu butuh biaya tidak kecil.
Sardi hanya tersenyum. Ia tidak cerita panjang lebar, hanya bilang ada jalannya.
Tentu tidak semua orang percaya dengan ceritanya. Ada yang menganggap itu cuma kebetulan. Ada pula yang mencoba mengikuti jejaknya, lalu kecewa karena tidak menemukan pola yang sama.
Di sini letak menariknya. Rahasia pola itu tidak bisa ditelan mentah. Sama seperti resep masakan, meski bahannya sama, rasa bisa beda. Tergantung tangan siapa yang mengolah.
Namun bagi Sardi, cerita ini bukan sekadar soal uang tambahan. Ia merasa lebih percaya diri, lebih punya ruang untuk berkembang. Tidak perlu lagi khawatir kalau mesin jahit tiba-tiba rusak. Ada tabungan cadangan.
Pada akhirnya, Sardi tetap kembali ke pekerjaannya. Menjahit seragam sekolah, mengukur jas pernikahan, atau membuat kaos komunitas. Hidupnya tetap berputar di konveksi, bukan di dunia lain yang penuh angan.
Pola scatter hanya alat bantu. Uang yang ia dapat bukan untuk foya-foya, melainkan memperkuat akar bisnis yang sudah ia jalani bertahun-tahun. Renovasi toko menjadi simbol kecil, bahwa kadang jalan keluar datang dari arah yang tak pernah kita duga.
Dan Sardi percaya, keberuntungan hanyalah bonus. Kerja keras tetap fondasi.
Kalau kamu penasaran dengan pola scatter ala Sardi, coba temukan ritme versimu sendiri. Jangan sekadar ikut-ikutan, karena hasil nyata hanya datang dari ketekunan.